Surat Edaran MENAG No. 2 Tahun 2025 ttg Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1446 H / 2025 M
Surat Edaran Bupati Sleman No. 0193 Tahun 2025 Pelaksanaan Takbiran dan Shalat Idul Fitri 1446 H/2025 M
MUI Cangkringan Sleman Maret 27, 2025 CB Blogger Indonesia
Pedoman Penyelenggaraan Ibadah Ramadhan, Takbiran, dan Shalat Idul Fitri 1446 H / 2025 M
Oleh: Eko Mardiono, S.Ag., MSI.
Masjid sebagai tempat ibadah mempunyai banyak fungsi, baik untuk ibadah mahdhah (shalat, zikir, doa) ataupun ghairu mahdhah (pengajian, baca Alquran dan lain-lain). Dalam pelaksanaan kegiatan pengajian, kadang kala disediakan makan dan minum bagi para jamaahnnya yang dimakan di dalam masjid.
Pertanyaannya, bolehkah makan dan minum di dalam masjid? Hal ini dipertanyakan karena makan dan minum di dalam masjid dapat menjadikan masjid tidak bersih, sehingga dapat mengakibatkan ketidaknyamanan jamaah dalam beribadah di masjid.
Di kalangan ulama ada perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat, hukumnya mubah (boleh) karena hukum dasar makan adalah boleh di manapun. Ada pula ulama yang berpendapat hukumnya makruh (dibenci) karena dapat menjadikan masjid tidak bersih.
Ulama yang berpendapat hukum makan dan minum di masjid adalah boleh mendasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ جَزْءٍ الزُّبَيْدِيِّ، قَالَ : أَكَلْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شِوَاءً فِي الْمَسْجِدِ، فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَأَدْخَلْنَا أَيْدِيَنَا فِي الْحَصَى، ثُمَّ قُمْنَا نُصَلِّي، وَلَمْ نَتَوَضَّأْ (رواه أحمد)
Artinya: “Dari ‘Abdullah bin Al-Kharits bin Jaz’i Az-Zubaidi, beliau mengatakan, “Kami makan daging panggang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid. Kemudian iqamah dikumandangkan, dan kami masukkan tangan kami ke dalam kerikil. Kami pun berdiri untuk shalat dan tidak berwudhu.” (HR. Ahmad No. 17702).
Ulama ini juga mendasarkan pada hadis dari Abdullah bin Al-Kharits bin Jaz’i Az-Zubaidi radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau mengatakan:
كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ الْخُبْزَ وَاللَّحْمَ (رواه ابن ماجة)
Artinya: “Pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami makan roti dan daging di dalam masjid.” (HR. Ibnu Majah No. 3300).
Apalagi jika yang makan dan minum di dalam masjid tersebut adalah orang yang beriktikaf di dalam masjid. Tentunya mereka akan makan dan minum di dalam masjid karena jika mereka keluar masjid tanpa uzur (misalnya untuk buang air besar atau kecil), maka iktikafnya batal.
Imam Malik rahimahullah mengatakan:
لَا يَأْكُلُ الْمُعْتَكِفُ وَلَايَشْرَبُ إِلَّا فِي الْمَسْجِدِ، وَلَا يُخْرُجُ مِنَ الْمَسْجِدِ إِلَّا لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ، لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ
Artinya: “Orang yang sedang iktikaf tidak boleh makan dan minum kecuali di dalam masjid. Dia tidak boleh keluar kecuali jika ada kebutuhan mendesak, seperti buang air besar dan buang air kecil.” (Al-Mudawwanah Al-Kubra, 1: 300).
Namun berbeda apabila orang yang beriktikaf tidak ada yang membawakan makanan dan minuman untuknya ke dalam masjid, maka ia boleh keluar masjid untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak.
Bagaimana jika makan dan minum di dalam masjid itu mengotori masjid? Apabila ternyata makan dan minum di dalam masjid menyebabkan masjid menjadi tidak bersih (kotor), maka kaffarahnya (penebusnya) adalah membersihkannya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْبُصَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا
Artinya: “Meludah di masjid adalah kesalahan, kaffarahnya adalah menguburnya.” (HR. Ahmad No. 13112 dan Nasa’i No. 731).
Takmir
masjid yang membolehkan makan dan minum di dalam masjid tentunya harus
senantiasa menjaga kebersihan dan kenyamanan ruangan dalam masjid.
Sementara itu, bagaimana jika ada Takmir Masjid yang melarang? Apabila ada takmir masjid yang melarang makan dan minum di dalam masjid, maka jamaah harus mentaatinya Hal itu karena ketentuan tersebut berlaku bagi setiap orang yang menggunakan masjid itu. Jamaah pun harus menghargainya.
Takmir masjid melarang makan dan minum di dalam masjid tentunya bertujuan untuk kemaslahatan masjid dan jamaah itu sendiri. Sebagai penggantinya, takmir masjid dapat menjadikan serambi atau bangunan di luar ruang masjid sebagai tempat makan dan minum bagi jamaah.
Demikian ketentuan hukum makan dan minum di dalam masjid. Wallahu a’lam.
MUI Cangkringan Sleman Maret 09, 2025 CB Blogger Indonesia